Sebuah Pameran Seni : Gelanggangan

Tersebutlah pada suatu malam, saya tiba tiba dihakimi massa. Saya ada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Sebagai orang yang duduk di samping papan tulis dan menjadi center dari ruangan, saya menjadi bidikan senior senior dan teman teman saya. “Pokoknya kamu Put”. Saya menolak dengan memberikan alasan alasan yang menurut saya cukup kuat. Satu banding banyak orang  sama dengan harus ngikut keputusan mayoritas. Jujur, dengan berat saya mengiyakan apa keinginan mahluk mahluk gayeng yang berkumpul pada malam itu. Pulang, saya tidur dengan mengucap nama Tuhan. Semoga saya bisa menjalankan tanggung jawab yang diberikan ke saya.

Saya hanya diberi waktu kurang dari satu bulan untuk mengkonsep acara. Meskipun pada awalnya berat, tapi saya bertekad untuk membuat acara yang ‘berisi’. Saya ingin pameran perdana ini menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan Unit Seni Rupa ke depannya. Kami telah lama mati suri, dan ketika saat ini ada sekumpulan orang orang yang mempunyai visi yang sama, visi dan misi untuk menghidupkan kembali, saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kami adalah sebuah unik kegiatan seni yang baru bangun dari tidur panjang. Tahun ini, kami mencoba untuk menapaki sebuah lembaran baru sebagai unit kegiatan yang diakui oleh lembaga resmi maupun masyarakat. Sebagai selebrasi dan syukuran itulah, kami membuatnya tidak dengan pesta biasa berkue atau nasi kuning dengan semua hal berbau pesta. Kami membuat pesta ala kami sendiri. sebuah pesta yang akan kami kenang sebagai salah satu tonggak bahwa kami telah lahir kembali. Bernafas, tumbuh dan akan berkembang. Pesta bernama Pameran Seni Rupa.

Saya kumpulkan teman teman untuk membantu mewujudkan momen sakral ini. Dari banyak divisi, kami hanya melakukan rapat besar sebanyak dua kali. Saya tidak menginginkan terlalu banyak rapat. Hasilnya? kacau. wkwkwkw. Dua minggu pertama kita bisa dibilang kayak nggak ngapa-ngapain. Padahal ini acara penting. Gini nih hasilnya milih orang yang nyante banget. Parah yak.

Ada banyak orang yang menganggap bahwa kinerja kami pada awalnya sangat santai. Tapi kami bisa membuktikan bahwa keseloan kami tetap berbuah nyata. Bukan hanya sekedar bicara, tapi kerja yang nyata. Dan saya bukan tipe orang yang suka mengundang untuk rapat jika saya ada dalam posisi utama. Saya pikir koordinasi lebih baik diperjelas dari awal sehingga tidak akan ada banyak rapat ke depannya (tapi kenyataannya, nggak ada yang jelas. ehehe). Rapat itu cukup sekali dua kali dengan progress yang signifikan daripada terlalu banyak ketemuan tapi nggak menghasilkan.

Ada sekitar lebih dari 20 partisipan dalam pameran perdana ini. Di hari H, partisipan menyusut menjadi hanya sekitar 12 orang. Jujur saya kecewa karena saya pikir bisa lebih banyak orang memunculkan ide mereka dan mewujudkannya dalam karya. Namun apa daya, mungkin mereka sedang sibuk sehingga belum bisa mewujudkan idenya. Saya berharap di kegiatan dan pameran selanjutnya partisipan bisa lebih banyak muncul.

Satu Indonesia by : karya bersama USER

Satu Indonesia
by : karya bersama USER

Apakah saya juga mensubmit karya saya sendiri? tentu saja iya. Saya ingin berpartisipasi menghidupkan unit kegiatan ini. Tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan selain peduli dengan pameran ini. Saya memberikan karya dengan berbekal konsep, bukan skill. Jangan tanyakan soal skill. Saya hanya beginner, tidak tahu skill apa apa. Saya hanya bisa bertaruh dengan konsep, yang bahkan biasa biasa saja jika dibandingkan dengan teman teman saya.

Saya awalnya memunculkan ide tentang hubungan orang tua anak di Gelanggang. Mengapa? Saya adalah family oriented type. Meskipun keliatannya saya nggak care tapi di dalam hati selalu ada tempat untuk keluarga saya. Ecieeeh. Makanya saya ingin meyoroti hubungan keluarga di dalamnya.

Gelanggang adalah sebuah tempat dimana para siswa bisa berinteraksi dalam berbagai bidang di luar akademis entah itu olahraga, kesenian ataupun yang perpolitikan. Sebagian besar pengguna gelanggang adalah mahluk mahluk unyu bernama mahasiswa. Silakan tebak sendiri usianya. Jika dilihat dari mahasiswanya sendiri, tentunya peran orang tua sudah sedikit terkurangi karena mereka dianggap sudah dewasa dan sudah harus bisa mengambil keputusan untuk diri mereka sendiri. Tapi tentunya jauh di lubuk hati yang paling dalam dari mahasiswa itu sendiri, mereka memilih gelanggang sebagai tempat yang baik untuk mereka karena mereka pun ingin orang tua mereka untuk tahu bahwa putra putrinya memilih untuk memanfaatkan waktunya untuk berkegiatan yang positif. Dibandingkan dengan nongkrong-nangkring nggak jelas yang berujung dengan lontang-lantung nggak karuan dengan ngobat, dugem dan segala macem, mendingan ikut kegiatan. Selain itu, unit kegiatan itu juga menjadi semacam ‘pengganti’ keluarga di rantau. Mereka yang jauh dari rumah tentunya merindukan orang orang terdekatnya. Ketika ponsel menjadi salah satu penghubung, tetap saja mereka mengharapkan interaksi yang lebih real. Berkumpul dengan teman teman adalah obat dari kerinduan dengan keluarga itu sendiri. Ada alegori antara hubungan mereka dengan keluarga. Itulah yang ingin saya angkat.

Nah, diantara mahluk-mahluk itu juga terdapat mahluk-mahluk unyu lain yang bukan termasuk ke dalam kategori siswa. Ada yang masih imut imut SD, SMP dan SMA. Mereka ikut berproses di Gelanggang tentunya juga dengan sepengetahuan orang tua mereka bahkan banyak dari mereka yang diantar, ditunggui atau dijemput oleh orang tuanya. Disini saya ingin menyoroti bahwa kadang orang tua tidak hanya ingin anaknya unggul dalam bidang akademik. Mereka juga ingin mengarahkan putra putrinya ke dalam bidang yang tidak bersifat negatif. Daripada anak main kemana mana nggak karuan mending diikutin kegiatan. Orang tua yang mengantar, menjemput atau menunggui juga bisa dilihat sebagai bentuk perhatian dari mereka. Itu dari sudut pandang orang orang yang bukan mahasiswa.

Konsep tersebut, rencananya akan saya wujudkan dalam sebuah instalasi berbentuk patung dengan ranting dan daun-daun sebagai simbol bahwa hubungan tersebut akan selalu hijau dan tumbuh karena pohon pada dasarnya akan selalu hijau. Warna hijau menurut saya adalah representasi dari hubungan antara manusia, keluarga, komunitas dan cinta yang akan selalu ada dalam daur lingkaran seperti tumbuhan yang akan terus tumbuh, terus hijau, setidaknya untuk selamanya.

Itu hanya contoh konsep dari saya. Seingat saya, Bondan Peksojandhu mengimajinasikan Gelanggang menjadi hotel di tahun 2044 karena fungsi Gelanggang yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat berkarya bagi Unit Kegiatan Mahasiswa namun juga menjadi tempat singgah, istirahat, bermain dan tiduran bagi penunggunya. Ide tersebut dituangkan ke dalam sebuah kalender dengan ilustrasi imajiner Hotel Gelanggang. Fitria membuat pamphlet tentang Gelanggang berkonsep pamflet karena Gelanggang bisa menjadi semacam kampus kedua bagi para mahasiswa. Sebuah hologram bertuliskan “Kapan Skripsi” menjadi ramuan sakti yang dibuat oleh Faisal Ardian dalam menyikapi tema pameran ini. Ia ingin mengingatkan bagi para mahluk Gelanggang agar tidak terlena dengan berkegiatan dan selalu berusaha untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka sebagai mahasiswa.

Saipul Bachri menggoreskan kata kata dalam sebuah papan imitasi berbahan kain yang telah dibuat sedemikian rupa seolah olah terlihat seperti papan tulis hitam kala kita masih sekolah. Karya tersebut berjudul “Neng Gelanggang” yang ingin mengajak teman teman untuk mencari tahu keinginan orang orang yang ingin ke Gelanggang. Maksud dan Tujuan lebih tepatnya. Daya menyoroti bau bunga yang mewangi yang ternyata bisa menjadi semacam mistisme dalam Gelanggang itu sendiri. untuk orang yang positif thinking tentunya mereka menganggap bunga itu dari bunga Kenanga yang tumbuh di sekitar Gelanggang tapi bagi orang yang mistismenya tinggi, bunga itu bisa jadi representasi dari adanya alam lain yang juga tinggal di Gelanggang. Sukma melukis di atas kaca. Konsepnya adalah selfie yang marak akhir akhir ini. Orang yang melihat kaca tentunya tidak akan sekedar melihat namun ia akan dengan sendirinya berhenti sejenak untuk melihat dirinya sendiri di dalamnya. Semacam membaca diri melalui pencerminan.

Karya Anung, sebuah instalasi dari bahan piring, sendok dan nasi yang terbuat dari Styrofoam buah. Karyanya bercerita tentang kehidupan Gelanggang dan Foodcourt yang tidak hanya sebagai ketergantungan dua tempat namun juga orang orang di dalamnya. Interaksi terjadi antara orang orang di Gelanggang. Ada yang makan, mengerjakan tugas, pacaran dan sebagainya. Khalid Hidayat menuangkan gagasannya mengenai anak-anak Gelanggang (baca: mahluk mahluk) yang seringkali dianggap sebagai monster atau alien oleh orang orang luar gelanggang. Prima membuat sebuah lukisan yang ingin menceritakan kedudukan Gelanggang sebagai tempat bermain bagi mahasiswa yang mampir di dalamnya. Selalu ada interaksi dan ‘arena bermain’ untuk mereka yang berpartisipasi sebagai anak Gelanggang. Mas Reski, menjadikan sebuah papan tulis hitam kecil berubah fungsi sebagai papan penanda loker surat. Sebagai organisasi yang hidup dan nyata, Unit Kegiatan Mahasiswa seringkali mendapatkan surat surat entah dari siapapun dan dari manapun. Surat surat tersebut dianggap sebagai surat cinta yang wajib dan layak untuk diapresiasi seperti halnya surat cinta dari pacar. Buka dan Resapi.

Selfie ning Koco by Sukmasari Arifah

Selfie ning Koco
by Sukmasari Arifah

Konsep yang dibuat oleh anggota tidak hanya sekedar berhenti pada konsep dan langsung dikerjakan. Perlu sebuah pemandu konsep yang paham dengan konsep sebuah seni. Mas Irham Ansari, seorang yang kami pandang ekspert untuk menghubungkan kami, karya kami dengan audiens. Kami larut dalam diskusi-diskusi yang membangun. Tidak jarang debat terjadi. Saya pun sering sekali mempertanyakan dan menanyakan semua hal yang menurut saya semakin membuat bingung. Seni adalah hal yang semakin kita belajar, semakin kita jatuh di dalamnya, semakin dicari, semakin membuatmu bingung.

Pameran ini bernama Gelanggangan. Tadinya malah Menggelandang di Gelanggang atau Gelanggangan. Sebuah nama yang earcathcing sekaligus menyerempet ke arti lain yang kesannya lebih ekstrim. Sudah, lupakan. Intinya itulah nama pamerannya.

Pameran kami tentunya tidak berjalan mulus layaknya jalan tol. Semua hal memerlukan proses yang tidak mudah. Begitu juga pameran kami. Ada banyak masalah disana sini. Salah satunya adalah proses peminjaman ruangan yang ternyata cukup bikin pusing karena ada miskom. Seharusnya sekertaris membuatkan saya surat untuk booking ruangan. Tapi karena saya merasa akan membuang banyak waktu jika saya menunggu sekretaris saya untuk membuat surat, saya langsung menemui kepala Gelanggang untuk meminjam ruangan. Setelah menandatangani surat ini itu, saya pulang dengan tersenyum lega karena ruangan sudah bisa dibooking. Senyum itu luntur ketika H-2 ada pesan dari Paduan Suara yang menanyakan mengenai peminjaman ruangan. Saya dengan polosnya bilang ke mas nya dari Paduan Suara bahwa saya bukan petugas gelanggan yang paham dengan surat suratan. Dia dengan sabarnya menjawab keluguan saya bahwa untuk bisa meminjam maka harus memberikan surat kerelaan untuk Unit Kegiatan yang bisa menggunakan ruangan tersebut. Harusnya masalah ini bisa diselesaikan lewat ponsel. Tapi saya tidak mau. Saya lebih suka bertemu, bertatap muka langsung agar semua clear. Esoknya setelah lobi waktu yang alot, kita bertemu. saya masuk ke ruangan mereka dan meminta maaf atas ketidaktahuan saya bahwa butuh proses tertentu untuk bisa menggunakan ruangan tersebut. Untungnya mereka memaklumi. Saya sekali lagi mencoba membribik mereka untuk bisa meminjamkan ruangan pada jam mereka latihan akan tetapi ternyata mereka belum mengijinkan. Yasudah tidak apa apa.

Rupanya memang ada miskom antara kami, USER dengan pihak UKM lain dan Tata Usaha Gelanggang. Pihak Tata Usaha Gelanggang tidak memberitahukan kami bahwa kami harus mengisi buku booking. Hasilnya kami harus miskom sana sini dan terpaksa merubah konsep. Masalah silih berganti. Untungnya kami mau bekerja sama satu sama lainnya sehingga perubahan insidental bisa dicari solusinya. Saya senang dengan teman teman saya karena mereka mau susah susah bekerja keras untuk pameran ini. Saya hanya bisa mengucapkan terimakasih yang dalam untuk semua orang tidak terkecuali, baik partisipan maupun non partisipan karena mau menyisihkan sebagian waktunya, berpartisipasi dan membantu mewujudkan proyek sakral ini.

Plan B berjalan. Pembukaan yang tadinya dijadwalkan ada di ruang sidang I terpaksa dipindahkan ke halaman rumput tengah. Konsep acara yang tadinya sedikit formal dengan kursi kursi di ruangan akhirnya dipindah menjadi pesta kebun. Duduk lesehan, teh hangat, kacang – ketela rebus, kami mengawali pesta kami dengan khidmat. MC utama tentunya duo kece, Mas Reski dan Mas B.s. mereka MC paling perfect yang kami punyai. Paduan sempurna untuk membawa acara.

Acara kami dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Kemahasiswaan. Kami juga mengundang semua unit kegiatan untuk datang pada pesta kami. Tidak banyak yang datang memang. Saya mengasumsikan mereka sibuk dan mempunyai agenda yang sudah dijadwalkan sebelum mereka sempat mengiyakan undangan dari kami. Positif thinking saja. Pesta berlangsung dengan lancar. Bahkan ada sesi curhat dari masing masing panitia. Intinya pembukaannya lumayan lah.

Apresiasi dari masyakarat sendiri juga cukup baik. banyaknya jumlah yang tercatat di buku tamu bukanlah jumlah real penonton yang mengapresiasi. Ada banyak hamba Allah disana yang diam diam datang, menonton, mengagumi, terpana, berdecak dan mungkin kagum tak berkesudahan. Haha. Lebay mungkin. Tapi saya bisa bilang banyak yang mengapresiasi. Intinya itu saja.

Dari satu dua orang saya mendapat komentar bahwa ide ide yang ada cukup mewakili konsep yang ada. Pameran kami tidak hanya lukisan semata. Karya seni tidak hanya berupa gambar, lukisan di kertas atau kanvas. Kami memunculkan digital art dan juga instalasi sebagai bagian dari seni yang kami tunjukkan.

Saya sendiri punya cerita geblek tentang karya saya. Karya yang saya adalah karya yang dikonsep beberapa hari menjelang acara. Ketika bincang konsep dengan Mas Irham, karena pusing dengan makna seni, saya menatap ke beberapa sudut ruangan. Tidak dinyana, co card yang ada di belakang Mas Irham memberikan saya ilham. Saya tercerahkan. Pada akhirnya saya mendapatkan ide untuk membuat sesuatu untuk ditunjukkan ke publik. Ide awal saya yang tentang hubungan keluarga rupanya dianggap masih belum kuat untuk bisa ditampilkan sebagai sebuah karya yang fresh. Mas Irham member saya sara untuk lebih menguatkan konsep saya dan mewujudkan karya secara real. Tapi di detik ini saya merasa harus move on ke konsep yang lebih memukau saya sendiri.

Ide saya adalah tentang fenomena sebagian anak yang mengikuti kegiatan hanya untuk mempercantik daftar riwayat hidupnya. Saya juga terinspirasi dari salah seorang teman saya lain. Tidak akan saya sebutkan namanya. Beberapa orang ingin mencapai sesuatu untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang bonafid. Manusiawi memang. Tapi di sisi lain ada yang benar benar ingin menapaki pengalaman dan pembelajaran dengan mengikuti kegiatan dalam sebuah unit.  Dan itulah yang ingin saya angkat.

Saya tidak memilih kanvas atau kertas sebagai media berkesenian saya kali ini. Saya sedang tidak ingin menggambar. Saya ingin bereksperimen dengan sebuah hal yang tidak biasa saya lakukan : seni instalasi. Mengapa instalasi? Mas Irham pernah menanyakan hal ini kepada saya. Saya mengatakan bahwa ada beberapa alasan. Pertama saya ingin sekali kali keluar dari kebiasaan saya. Saya sudah sering berekspresi di atas dua dimensi, kini saatnya saya menantang diri saya sendiri untuk membuat karya tiga dimesi dengan konsep yang lebih baik. Kedua, hanya ada sedikit partisipan instalasi di pameran ini, sehingga harus ada penambahan unit instalasi. Saya adalah salah satunya.

Saya mengumpulkan berbagai macam co card dan menyusunnya menjadi sebuah piramida. H-3, harusnya saya mengirimkan gambar instalasi saya ke divisi PDD (Publikasi, Dokumentasi dan Dekorasi) akan tetapi baru bisa pada H-1. Itu sebabnya masih lebih cantik karya saya dalam bentuk real daripada dalam bentuk catalog. Dalam bentuk catalog piramida saya tampak jelek dan blur, tapi karya asli saya, saya akan bilang cantik. Menurut saya sih.

Ada kendala selama pemasangan cocard. Selain saya tidak banyak mendapatkan cocard dari teman teman saya, saya tidak bisa menentukan luasan jarak antara satu cocard dengan cocard lain. Setelah saya menemukan solusinya, timbul masalah lain lagi. Masalah muncul pada alas yang akan saya gunakan sebagai penaham piramida. Jika memakai papan, akan sulit untuk melubangi papan itu. Jika tanpa alas pasti sangat jelek. Akhirnya terpikirkan ide berupa gabus. Gabus ini pun ilham yang muncul tiba tiba. Ketika saya berjalan di sebuah gedung, ada gabus yang tidak dihiraukan siapapun, diletakkan secara sembarangan di dekat jalan masuk. saya berhanti sebentar dan lagi lagi saya tercerahkan. Saya cek lagi, ternyata gabusnya sudah diwarnai. Saya memutuskan untuk tidak memakai gabus itu. Saya cek ke balik tangga, ada stok gabus tak terpakai, tak terurus dan tak tergunakan dengan baik. Karena bumi semakin panas, dan isu globalwarming, maka saya memutuskan untuk mendaur ulang gabus itu menjadi bagian dari karya saya. Lumayanlah, naik tingkat. Daripada Cuma menggeletak lama lama jadi sampah. Saya ijin kepada Bapak Satpam untuk menggunakan habus itu dan saya harus bersorak karena beliau mengijinkan. Tuhan sungguh imut.

Beberapa sore kemudian, saya memasang piramida piramida saya di atas gabus. Satu insiden di malam itu. Karena bercanda dengan teman teman, secara tidak sadar, saya melukai tangan saya sendi dengan cutter. Fine, tajam banget dan rasanya lumayan. Lumayan sakit.

H-1, ketika kami beberes persiapan meuju pameran, saya baru terpikirkan untuk mendekorasi gabus itu. Sebenarnya kakak kakak sudah menyarankan saya untuk menggambari gabus itu. Tapi sayang saya tidak ada ide untuk menggambar apapun di atas gabus. Waktu itu waktu menunjukkan setengah jam menuju maghrib. Ide tiba tiba hinggap lagi. Saya teringat dengan kata kata yang bisa merepresentasikan konsep saya. Spidol hitam Snowman yang berukuran besar digunakan untuk menuangkan tulisan tersebut. Saya menulis tanggung jawab, prestise, prestasi, gengsi, CV, pencapaian, harapan, dll. Kata kata itu mewakili konsep yang ingin saya angkat dalam karya saya bahwa setiap orang mempunyai tujuan tertentu untuk mengikuti sebuah organisasi dan unit kegiatan. Tidak dipungkiri juga mereka mengikuti kegiatan tersebut untuk sekedar mempermanis CV mereka disamping untuk meningkatkan gengsi dan hal hal lainnya.

Hirarki Prestasi by : AD Putri

Hirarki Prestasi
by : AD Putri

Pameran ini berlangsung selama dua minggu. Saya memaksa untuk memperpanjang pameran menjadi satu minggu lagi karena saya masih ingin karya karya Unit Seni Rupa diapresiasi oleh masyarakat. Saya ingin karya karya itu menjadi penanda bahwa Unit Seni Rupa benar benar hidup dan siap untuk bangkit lagi. Perpanjangan lama pameran ini menjadi sebuah keberuntungan karena pelatih kami, Bapak Suhardy akhirnya bisa datang dan tidak ketinggalan menonton pameran ini. Beliau ada kegiatan sehingga pada waktu pameran yang benar benar real beliau belum sempat untuk menengok pameran kami. Saya begitu senang ketika beliau benar benar mengapresiasi kerja keras kami. tidak percuma kerja keras yang sudah kami lakukan kemarin. Beliau tersenyum tanpa henti sambil berkata bahwa kalian sudah lahir. Karya kalian adalah karya yang berbicara. Saya begitu bahagia karena Dirmawa, Pelatih dan Masyarakat menerima dan mengapresiasi kerja keras dan usaha usaha yang sudah kami lakukan selama ini.

Tidak ada hal yang bisa saya lakukan selain bersyukur atas kelancaran pameran perdana kami. dua belas karya sederhana yang memukau. Kami mungkin tidak sebaik anak anak seni rupa yang benar benar belajar seni secara formal, tapi seni menurut kami adalah ekspresi. Bagian dari hidup yang harus diwujudkan dan dirasakan. Akhir dari pameran, saya hanya bisa meminta maaf atas kesalahan yang saya lakukan baik sengaja maupun tidak. Terimakasih untuk teman teman saya yang sudah memberikan kesempatan untuk belajar banyak dari kalian. Saya beruntung bertemu dengan kalian.

Pameran ditutup dengan sebuah harapan : Unit Seni Rupa UGM bisa menjadi sebuah unit kegiatan yang menginspirasi. Seni adalah bebas, seni adalah curahan dari ekspresi, seni adalah bagian dari kehidupan. Seni adalah darah saya.

Unit Seni Rupa lahir kembali. Saya bahagia tak terkira.

Leave a comment