Day: April 6, 2016

Ujian

Segelas kopi menemani pagi saya yang sejujurnya nervous. Saya nggak akan bilang saya baik baik saja. Iya saya baik baik saja tapi tetap ada perasaan grogi yang menjalar. Saya tidak tahu pertanyaan macam apa yang akan ditanyakan oleh penguji nantinya. Saya sendiri berusaha keras untuk meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya bisa melewati ujian di hari itu. Tuhan, beri aku keberuntungan. Rasanya deg degan kah? Hmm.. nggak terlalu sih tapi kayak bingung aja ntar bisa ngadepin gak ya.. Intensitas saya minum kopi menunjukkan seberapa tinggi tingkat emosional saya. Sebenarnya saya sudah bisa meredam hal ini sejak lama. Tapi sudah sejak agak lama saya minum kopi, lebih sering dari biasanya –yang akibatnya saya minum air putih dalam jumlah sedikit. Oke, mari lupakan sejenak dan kembali ke masalah ujian-yang tidak saya pikir dalam dalam.

Latihan presentasi menghasilkan lama waktu presentasi yang fluktuatif. Rasa rasanya apakah saya sanggup menembus sepuluh menit atau lebih dari itu, saya tidak tahu. Yang bikin sebel adalah seratus lima halaman (skrip saya termasuk tebal. Teman teman saya yang sudah lulus duluan tebalnya hanya sekitar 40-70 an) dalam tujuh slide dalam tujuh menit sama dengan kamu harus memotong banyak hal krusial yang sudah kamu siapkan. Belajar dari pengalaman teman teman saya yang sudah sudah –ada yang distop di tengah jalan, ada yang pengujinya ngantuk dan nggak memperhatikan, ada yang pengujinya bosen dan ditinggal tidur- berarti saya sudah harus presentasi dengan sangat gamblang, singkat padat dan jelas. Saya sih nggak gitu peduli dengan nilai, tapi kalau saya lagi bicara tapi nggak didengerin kan saya juga nggak mau lah. Pokoknya tujuh menit itu adalah show off karier terakhir saya sebagai mahasiswa dan saya nggak mau mereka tidak mendengarkan saya. Titik. Fine. Semoga saya beruntung dengan teknik pecha-kucha (katanya sih presentasi singkat macam gini namanya pecha-kucha) ini.

Saya masuk ruang ujian kurang lebih dua puluh menit sebelum penguji datang. Saya pikir sesi ujian saya hanya akan makan waktu satu atau satu setengah jam. Ekspektasi saya ketinggian. Dua jam kemudian baru diakhiri. Padahal teman teman saya lainnya paling lama hanya satu setengah jam atau bahkan ada yang cuma satu jam. Lhah.. kenapa ini saya lama banget yak.. haha. Anggap saja keberuntungan. Pertanyaannya? Sangat banyak dengan revisian yang banyak pula. Dua jam di dalam ruangan malah banyak sesi cengengesan dan suasananya sebenarnya sih santai. Sampai sampai waktu tetiba udah sampai dua jam aja. DPS saya bahkan harus distop karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul tiga sore. Pasti kalau diterusin bisa sampe ba’da ashar nih selesainya. Haha.  Saya sendiri malah bisa ketawa tawa karena Pak Aris yang lucu. Pak Miko juga baik banget. Masukan masukan beliau mengenai hal hal linguistik dari beliau berdua sangat mempengaruhi saya untuk segera membenahi apa yang sudah saya tulis. Yang paling membunuh justru dari DPS saya sendiri. Beliau bertanya tentang hal hal simple namun cukup mematikan karena saya semacam perlu mencari jawaban yang lebih tepat. Cara pandang, itulah yang saya tangkap. Dosen saya ini menginginkan saya untuk berpikir simple tapi dalam. Dan sayangnya saya masih harus sangat belajar lebih dalam. “Putri sudah bukan lagi bayi. Ayo sudah harus belajar lari dek.. sudah harus belajar makan nasi”. Seperti itulah mungkin kalau saya bisa terjemahkan. *hormat saya buat Ayah terfavorit saya kedua di jurusan setelah Pak DPA tersayang.

Buat saya hari ini memang perang, tapi bukan untuk perang sebenarnya. Jika hitam dan putih adalah simbol ujian seperti kebanyakan teman teman yang maju ujian, saya mau ada sedikit warna di hari besar saya ini. Hitam dan putih di hari yang seharusnya saya bisa perang tapi santai adalah warna yang terlalu kaku. Harus warna lah sesuai kepribadian saya yang playful dan cheerful. Outfit biru saya pilih karena biru adalah salah satu warna favorit. Rok hitam, kemeja tanpa lengan berwarna biru lorek, blazer abu abu garis lurus, kerudung biru tua dipermanis bros mawar biru buatan tangan menjadi saksi saya. Ya ampun.. manis banget. Ternyata ada gunanya juga bongkar lemari dan ngeliat baju saya satu persatu. Haha. Saya macak mbak mbak CEO yang mau rapat pimpinan. Haha. (Cik, mana baju colorful yang katanya kamu mau pakai. Tuh outfitmu item juga. Dan saya menjawab dengan santai: tapi nggak item putih kan? weeeekkk). Jelas bukanlah warna yang colorful, tapi yang penting nggak item putih kayak biasanya orang ujian. Mood saya lagi pengen adem, kak.

Yang menyebalkan, sangat adalah tetiba ada seseorang (nggak mungkin seseorang. Saya tahu ini konspirasi) yang datang dan “nih Put, dipake pokoknya”. Sebuah kotak berbungkus merah merona dengan sepasang flat shoes berwarna senada dengan outfit saya hari itu. Saya sebel bangetttttt. Dih.. belanja nggak ngajak saya, warnanya pas pula. Kok jahat e.. mutusi dewe tanpa saya ._. . kenapa hobi banget ngasih kejutan. Kalian tega po kalau aku nggak bisa move on? Tau nggak satu kalimat yang selalu terpikirkan sekarang adalah “Put, yakin po kamu bisa move on?”.

Di akhir, saya dipersilakan keluar kemudian lima menit kemudian masuk ke dalam lagi untuk menandatangani berkas yang saya dinyatakan lulus dalam ujian ini. Kesan: woh.. iya ta saya dinyatakan lulus? Hehe. Masa sih sudah sampe disini? Tuhan.. sejujurnya saya terlunta lunta. Semua bahan yang saya baca, keseloan saya ngambil dua teori (dimana yang satunya adalah teori yang tidak lazim diambil teman teman saya) dengan revisi berkali kali, jatuh bangun ratusan kali, harus nebelin hati setiap kali ketemu DPS karena merasa kecil atas apa yang udah dibikin kok kayaknya nggak beres dan ribuan frame nostalgia masa masa yang lalu yang tidak akan pernah terulang kembali. Saya tidak merasa ingin menangis di momen ini. Sungguh. Masa itu sudah lewat, sudah ketika Pak DPS menyuruh saya untuk pergi mengurus berkas. Disitulah titik saya terharu. Jika dalam teori plot, sekarang saya sudah pada falling action. Udah jauh dari titik klimaks. Dulu saya pernah bahagia -itu ketika Pak DPS bilang ‘yaudah, ini sekali dua kali bisa ujian’. Saya menutup pintu dan tersenyum. Tapi.. sekali dua kali itu membelah diri menjadi berkali kali. Saya drop lagi karena harus ketemu dengan native, membetulkan ini itu, dikecu lagi sama nativenya, ketemu lagi tapi setengah diusir, ketemu DPS lagi masih disuruh benerin ini itu, mood turun, tetep berusaha, ketemu lagi disuruh benerin lagi, tetep ketemu dengan hati riang, suruh balik lagi buat benerin lagi, ketemu lagi lagi dan lagi dan siklus itu berulang lagi padahal saya sudah agak lega sudah bisa disuruh ujian. Ya, baru setelah pertemuan yang berkali kali itu saya bisa benar benar ujian. Dan saya tidak segitu bersemangatnya kayak teman teman saya yangu dah ujian duluan (berwaktu waktu yang lalu). Nggak ada kesan yang exciting yang terlintas. Oh, besok ujian ya. Fine, datang, hadapi, lupakan. Saya punya hal lain yang lebih krusial.

Apakah saya merasa puas dengan Tugas Akhir saya? Pasti sangat tidak (tapi kalau harus suruh ngulang lagi, saya nggak mau. Ogah. Move on lah.. masak berkutat sama itu itu lagi. Nggak ada tantangannya. Haha. ). Hasilnya tentu saja tidak memuaskan samasekali. Saya merasa apa yang saya garap selama ini masih kuacauu setengah mati. Mbaca aja nggak becus, nggak paham paham, tanya sana sini tapi tetep nggak ngedong, liat kakak angkatan tapi datanya mereka juga sama kacaunya, data kakak angkatan yang nggak beres, tulisan yang ancur berantakan, tulisannya nggak ngeflow dan seabrek dosa lainnya yang menggunung. Tapi setidaknya saya sudah berusaha. Saya tidak diam. Saya tetap berusaha keras untuk menyelesaikan tanggung jawab saya sebagai mahasiswa –terutama tanggung jawab saya sebagai anak kepada kedua orang tua saya yakni: menyelesaikan TA saya. Saya bukan tipe yang idealis banget, saya adalah tipe fleksibel. Berkaca dari salah satu senior saya yang idealis, saya belajar untuk tetap menaruh impian orang tua saya di atas talam tertinggi. Saya tidak akan menghancurkan keinginan mereka hanya karena idealisme saya sendiri. Mereka ingin saya lulus, ya saya akan turuti. Pak, Buk, anakmu lulus juga akhirnya. *mewek *peyuuukk.

Tentang nothing to loose. Kamu kapan target? Nyante sih. Nothing to loose aja. Selalu jawaban itu yang selalu saya berikan ketika ada yang bertanya sudah sampai apa dan apa target saya. Siapapun. Sebagian menjawab dengan terdiam karena apa yang saya bilang tidak perlu lagi dipertanyakan. Sebagian lain masih penasaran “udah sampai analisis po?”. Sebagian lainnya malah marahin “motivasimu lho, lemah”. Haha. Berbagai macam komentar bikin saya senyum sendiri. Nothing to loose, bukan berarti saya pasrah lemah begitu aja. Nothing to loose itu adalah ketika kamu udah usaha, ngusahain apapun yang kamu bisa, juga dengan doa, juga dengan pengendalian diri dan kamu tidak terlalu berambisi. Tawakal. Ya, semacam itu. Saya sudah usaha, tapi ada aja ganjalannya. Usaha lahir? Usaha batin? Nah, sekarang usaha dalam diri yang juga perlu dibenahi. Ada saat dimana saya merasa apa yang saya ambil terlalu susah dan ingin segera menyudahi tapi gagal karena ternyata masih salah sana sini. Saya suka belajar dan ketika saya sudah mengusahakan tugas akhir saya –dan sangat berharap bisa segera mengakhiri kewajiban saya sebagai mahasiswa dan mengganti status saya sebagai alumni- dan ternyata tidak semudah itu menyelesaikan segalanya.

Jika ada yang mengusulkan bahwa skripsi dihapus, saya sangat amat tidak setuju. Skripsi itu pembelajaran, pendewasaan dan tempatmu tumbuh. Hanya satu tema, satu masalah tapi bisa mengubah. Saya merasakan sendiri bagaimana saya harus rempong baca ini itu dan berusaha sekuat tenaga dan sebaik baiknya melewati setiap tantangan skripsi. Teori saya tentang psikologi –tentang pertahanan terhadap stres- malah saya terapkan sendiri dalam diri. Saya menganalisis bagaimana karakter anak anak Baudelaire bisa mengantisipasi kekerasan dari pamannya dengan menggunakan teori tersebut. Ternyata pertahanan stres yang saya pelajari membuat saya sadar bahwa setiap manusia akan menggunakan defense mechanism untuk menghadapi tekanan dan menyelesaikan masalah. Ngerjain skripsi itu emang pahit. Udah temen pada ilang, data kadang kepecah pecah, dosen juga tidak cuma fokus ke kita, belum masalah pada hardware dan software dan yang paling penting: rasa malas. Saya malah belajar banyak dari proses menyelesaikan skripsi ini. Belajar bahwa ternyata saya mampu memegang tanggungjawab dan ternyata banyak faktor mengapa sesuatu harus terjadi. Belajar buat mendekati lagi Tuhan –pedekate sebaik baiknya padaNya-. Belajar buat sabar dan tetap semangat walau badai ada aja. Belajar buat tetap riang dalam tekanan, belajar buat memanagemen emosi yang berkecamuk. And the damn thing is.. saya nemuin keluarga baru. Saya belajar bahwa keluarga itu adalah orang yang selalu ada dan jadi pelindung yang meneduhkan buat kita. Damn buat kalian yang ada di saat terakhir kita. Iya, saat terakhir kita dimana semua orang udah minggat keman amana dan tersisa kita yang saling menguatkan satu sama lain. *apakah kalian mau tanggung jawab kalau saya move on aja sulit?. hiks. Mereka nggak akan pergi dengan mudahnya walau kita ada dalam kubangan lumpur. dan.. setiap orang yang belajar di perguruan tinggi emang harus ngerasain dinamika skripsi. Tantangan dimana kita harus menaklukan ego kita demi banyak hal. Menantang kita sampai dimana kekuatan kita bisa bersabar pada suatu hal yang menjemukan dan sulit. Sekaligus memberikan kita banyak hal indah yang terselip di setiap waktu. Seperti Al Insyirah. Ada dua kemudahan di setiap kesulitan. Kamu punya Tuhan, jadi mengapa harus khawatir.

Ya Tuhan.. saya udah benar benar selesai ujian ya? Kayak nggak kerasa. Haha. Tinggal bagaimana saya dapat menyerap pelajaran yang telah saya dapatkan di tahun tahun saya belajar di perguruan tinggi ini. Seperti piramida, semakin kita menempuh ke sekolah yang lebih atas, semakin sedikit orang yang ada dalam lapisan piramida itu. Tentunya saya adalah satu dari sekian orang yang beruntung bisa menikmati lapisan tersebut. Jadi.. pelajaran selama bertahun tahun melesat lesat dalam gerbong keberuntungan semoga bisa memberi saya semangat lebih. Semoga saya diberiNya kekuatan untuk membagi ilmu yang telah saya dapatkan. Lulus dari tempat ini berarti tanggung jawab saya bertambah. Saya sudah sedemikian beruntungnya, jadi saya harus membagi keberuntungan yang saya dapatkan selama ini. Tuhan.. makasih..

Dikunjungi teman teman baik adalah hal yang paling menyenangkan dari perjalanan ini. Yang paling ngeselin sekaligus nggak berhenti tertegun adalah sekeranjang bingkisan ikan peda yang saya tahu pasti baru saja dibeli dari pasar pagi ini juga. Ikan peda itu simbol rumah. *hiks kangen rumah. Ada sayur sayuran *mereka tahu saya nggak ingin dikasih bunga, dimana itu sekaligus kode minta dimasakin dan kemudian makan bareng. Coklat dan kue kuean menjadi simbol setidaknya dalam kepahitan ada rasa manis yang indah di akhirnya. Foto saya yang rempong dengan barang belanjaan cukup ngehits di beberapa grup yang disebar oleh beberapa picttaker. Haha. *iya nih.. Cicik mau jualan sayur habis ini.

Jpeg

Kado kurang ajar

santika, helmi, niam, nur, arma, ratna, endah, husein, safura, mba tari, lala, imron, stela, frida, mei, shanti, hulul, prima, daya, fitri, nourma  terimakasih untuk sudah datang. Sangat sangat momen yang mengharukan. Saya tidak bisa lepas tersenyum, karena ternyata Tuhan sudah begitu baiknya mengirimkan kalian kebahagiaan untuk saya hari ini. Peluk satu satu.

Yang bikin ketawa adalah adik perempuan saya mengirimkan foto semua orang di rumah memegang kertas yang bertuliskan “semangat kak”. Saya ketawa liat ekspresi mereka satu persatu. Adik saya perempuan yang cheerful dengan bahagianya –saya tahu ini idenya. Dasar.. hmm.. adik laki laki saya yang cool dan pendiam, tersenyum dengan bahagianya. Ibu saya yang terlihat bingung tapi bahagia –bingung karena ide adik saya yang aneh aneh. Haha. Dan yang paling bikin ketawa adalah ekspresi ayah saya yang sedikit cemberut. Ekspresinya berarti “aiisshh.. ngapain aneh aneh”. Haha. Ayah saya kurang suka ide adik saya tapi pada akhirnya beliau juga tetap membiarkan adik saya berekspresi. Haha. Pokoknya peluuukkkkkkk. Terimakasih atas kesabarannya membimbing saya. Mohon doa dari rumah agar putrimu, kakakmu ini lancar segala urusannya.

Sesi ditutup dengan masak masak di kontrakan mba tari. Hari ini saya tidak banyak memasak. Saya membiarkan beberapa orang untuk berkreasi terserah mereka –sebahagianya mereka- dan kali ini saya manut aja. Sebagian mengerjakan tugas akhir mereka. Mereka nampak sangat terintimidasi sekaligus bersemangat. Semoga dilancarkan teman teman.. Tapi sayang banyak anak tidak bisa join karena mereka punya urusan masing masing. Sesi malam hanya tersisa beberapa saja. Tapi saya tetap bahagia.

Pesan sayang buat diri sendiri: Put, intensitas kopinya turunin. Iya kopi itu emang menggoda. Tapi kamu nggak ingin membunuh dirimu dengan tidak minum air putih kan?. Be healthy dear.