Menyepi pada Nyepi di Selatan Jawa

Libur Nyepi tahun ini kami habiskan untuk menyepi di selatan Pulau Jawa. Di malam sebelum kami berangkat, saya menginap di tempat Fitri setelah latihan musik. Paginya, saya bersama Nur kembali ke kamar saya untuk mengambil barang barang. Baru pukul 6 kurang, kami bersama sama pergi ke jalan Wonosari. Setelah menunggu Dani dan Ratna kurang lebih 15 menit, kami menuju ke Air Terjun Srigethuk. Tadinya kami bingung mau kemana. Tidak mungkin untuk pergi ke dua pantai sekaligus dalam satu hari. Teman teman ingin salah satu destinasi bukan pantai. Kemudian didapatlah opsi air terjun Srigethuk.

Perjalanan awal, kami kehilangan Husein Endah, Liana Dwi karena mereka duluan dan terpisah dari rombongan. Pada akhirya kami bisa bersama kembali. Mereka yang telah sampai di gerbang Wonosari kembali ke jalan sebelumnya. Butuh kurang lebih satu jam untuk menuju air terjun. Dengan jalan yang tidak bisa disebut cantik, kami menuju tempat tersebut.

Goa Rancang Kencana

Seorang penduduk setempat mengarahkan kami menuju gua bernama Goa Rancang Kencana. Sebuah goa yang konon pernah digunakan untuk merancang rencana menyerang Belanda ketika jaman perang. Goa tersebut tergolong kecil. Di aula goa, menjulang tinggi sebuah pohon yang saya tidak tahu namanya. Saya duga pohon tersebut masih satu keluarga dengan tanaman beringin beringinan. Si pemandu mengatakan bahwa usianya sudah 300 tahun.

Aula goa tersebut rupanya pernah menjadi arena badminton bagi warga setempat. Stalaktit stalakmit berdiri tegak. Meskipun tidak terlalu banyak, cukup menjadi penghias ruangan. o, ya ada juga patung sapi kecil, mungkin sebesar alat penumbuk beras. Sebesar itulah kira kira. Seorang ibu guru pernah bercerita bahwa jika ada dewi yang di bawahnya terdapat sapi, maka dia sudah pasti Durga. Nah, sapinya memang bukan seperti yang di ciri cirikan ibuknya, tapi saya tiba tiba teringat dengan Durga. Mungkin dulu goa ini menjadi tempat persembahyangan bagi agama Hindu pada masanya.

Kami masuk ke ruang goa selanjutnya. Sebuah tempat kecil. Pemandu menyarankan untuk masuk ke ruang terakhir. ruang ini di dalamnya terdapat semacam tulisan yang di torehkan ke dindingnya. Tulisan tersebut berbahasa Indonesia yang dibuat pada jaman PKI di tahun 1965 an lalu. Prasasti tersebut merupakan bukti bahwa warga menginginkan Indonesia Raya yang bebas dari komunisme. Mereka merasa komunisme tidak cocok dengan bangsa ini. Di sebelahnya dan di samping dinding, juga terdapat gambar burung garuda. Ruang terakhir ini dinamakan ruang gembok karena terdapat alur batu yang berbentuk seperti kunci. Dari segi mistinya, dipercaya bahwa sebuah cekungan di ruang terakhir merupakan jalan menuju Merapi. Ada juga beberapa penampakan yang berpindah pindah.

Air Terjun Srigethuk

Air terjun Srigethuk. Perjalanan kami lanjutkan ke air terjun. Jalan menuju kesana sungguh jelek. Batu gamping, lumpur dan batu batu kecil berserakan di mana mana. Anna dan Elva sempat jatuh. Untung mereka tidak kenapa napa. Hanya tangan Anna sedikit berdarah. Jalan selanjutnya sama jeleknya. Tidak sampai seperempat jam, kami sampai di air terjun. Waktu turun, kami sempat salah jalan. Jalan ke kiri adalah jalan menuju ke persewaan kendaraan air yang bisa mengantarkan kami ke air terjun langsung. Saya sempat melihat air terjun kecil yang ada di sisi kanan persewaan, saya bilang ke Dwi dan Nur ”itu air terjunnya. Waaa… kecewa”. Mereka bilang “yeeee… bukan. Air terjunnya masih ada di sebelah sana. Kita harus jalan untuk sampai kesana”.

Oleh karena menyewa perahu butuh 20.000 per orangnya, kami memutuskan untuk berjalan ke air terjun. Kalau boleh komen, tempat ini sudah di atur dengan baik. Jalan kecil di dalam area menuju ke air terjun juga sudah terbilang baik. Tidak terlalu menyusahkan pejalan kaki.

Setelah melihat air terjun, saya mengambil beberapa foto di dalamnya, kemudian melepas sandal dan bermain di dalamnya. berendam dalam air yang tidak terlalu dingin, cukup untuk pemanasan hari ini sebelum bermain main air di pantai. Teman teman perempuan saya tidak ikut menceburkan diri ke air. Mungkin emang saya kali ya yang alay kalau udah ketemu air. Hanya saya satu-satunya perempuan yang celelekan. Hoho. Ratna yang seneng liat air, kali ini tidak ikut menceburkan diri ke air. Dia lebih ingin berendam di pantai saja. Itu yang dia bilang.

Saya duduk di bawah aliran air terjun. Saya rasakan pukulan air menghentak ke badan. Serasa pijat. *beberapa hari ini saya amat capai, tapi tidak ada yang memijati saya. hehe. Saya mengambil foto di bawah air terjun bersama beberapa orang. Kemudian naik ke atas dan pulang. Maksud saya berpindah ke destinasi selanjutnya. Hehe.

Makan Siang bernama Sego Abang

Waktu menunjukkan pukul 10.30 ketika kami sampai di kota Wonosari. Kami mencari tempat bernama sego abang, yang katanya kuliner khas kota Jogja. Disana kami memesan nasi abang, dan berbagai macam lauk. Rasanya? standar aja sih menurut saya. Nggak ada yang spesial banget. yang penting energi terasa aja gitu. Nggak lebih.

Pantai Nguyahan – Pantai Ngobaran

Perut isi, energi terisi, jalanlah kita ke pantai. Tapi sebelumnya kami pergi ke surau kecil di pinggir jalan yang pernah kami datangi sebelumnya saat kita ke Sepanjang. Pukul 13.30, kami mulai lagi melanjutkan perjalanan ke pantai Nguyahan. Kami melewati desa-desa dengan jalan yang tidak terlalu bagus. Setelah bertanya berkali kali, sampailah kami ke jalan beraspal menuju pantai Nguyahan. Baru pukul dua lebih, kami sampai di kompleks pantai Ngobaran dan Nguyahan. Terdapat pura di pantai Ngobaran yang difungsikan sebagai tempat ibadah. Kami memilih untuk ke pantai Nguyahan terlebih dahulu. Kami agak sedikit kecewa karena laut sedang surut. Karang-karang yang tadinya tertutup air laut kini terlihat dengan berbagai macam binatang di dalamnya. Ada banyak bulu babi bersembunyi di dalam karang, aneka bintang ular, bahkan kami menemukan semacam belut atau ular laut dengan motif cantik berwarna abu abu yang dinamakan siluk. Sayangnya warga di sana tidak memberitahu kami apakah binatang itu berjenis ular ataukah belut biasa. Padahal kalau ular laut kan sangat berbahaya.

Ratna yang tadinya bersemangat ketika melihat laut (dia adalah the another alay yang langsung alay kalau lihat air), ingin pindah pantai saja. Saya pun dan teman teman lain juga berpikiran hal yang sama. Kami ingin pindah laut karena ingin berenang. Kami kembali ke parkiran dan berpindah ke tempat lain. Kami lihat di Ngobaran sangat ramai dengan orang yang berwisata di dalamnya dan tempat itu kurang kondusif untuk dijadikan tempat berenang karena tipikal pantainya sama dengan Nguyahan. Untung saja pantai ini berdekatan dengan Ngrenehan. Jadilah kami pergi ke Ngrenehan bersama sama.

Pantai Ngrenehan

Sampai di Ngrenehan, yang terpikir pertama kali adalah “amis nah, pacak dak ni jadi tempat renang?”. Kami lanjutkan perjalanan ke laut. Dan kata pertama yang terpekik adalah “ aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa keren!”. SubhanAllah. Kece sangat euy!. Kami berjalan melalui perahu perahu yang disusun berderet deret menuju kolam renang raksasa yang cantik.

Pantai Ngrenehan

Pantai Ngrenehan

Sumpah, airnya yang tenang, letaknya yang terlindung, biru muda langit, matahari menyengat membuat kami semangat untuk mandi. Tidak tanggung tanggung setelah saya meletakkan tas, saya langsung menceburkan diri ke laut. Berteriak dan berenang. Pasirnya juga tidak dalam. Benar benar seperti kolam renang karena kontur dasarnya yang semakin miring. Saya hanya berani sampai kedalaman seleher saja karena takut terbawa arus ke laut lepas. Tapi sayangya ada satu hal yang tidak bisa saya lakukan disini : meloncat seperti halnya yang sering saya lakukan ketika saya ada di pinggir kolam renang. Sebenarnya bisa saja tapi saya begitu takut karena takut tidak bisa menggapai pinggir batuan ketika saya berada di dalam laut.

Saya dan Ratna juga memberi sedikit tutorial dasar berenang kepada teman teman. Saya memang bukan perenang yang baik, tapi setidaknya saya bisa memberikan sedikit tutorial saya ke mereka. mereka tidak akan langsung bisa tapi setidaknya besok besok semoga mereka akan mengingat tutorial hari ini.

Lagi lagi, saya berkali kali menceburkan diri ke laut, berenang kesana kemari. Baru asik bermain air, tiba tiba saya melihat salah seorang teman pergi dengan ditemani salah seorang lainnya. Beberapa anak menunjuk nunjuk mereka. Saya segera keluar dari laut dan menyusul mereka. Saya ikuti mereka sampai ke parkiran dan menanyakan ada apa. Tidak perlu saya ceritakan disini apa apa, intinya saya dan semua orang kebingungan sebenarnya ada apa. Jujur saya kecewa karena bingung sebenarnya ada apa dan pertanyaan saya tidak terjawab. Saya kecewa karena saya pikir hari ini akan indah ternyata harus seperti ini. Saya kecewa karena harusnya jika memang dia merasa ada yang salah harusnya dia bisa mengutarakan sehingga kita bisa duduk bersama dan saling menyelesaikan. Jangan langsung marah, menangis dan kemudian pergi dan meninggalkan semua orang dengan perasaan bersalah. Saya pun jadi merasa bersalah apakah ini gara gara saya memaksa dia untuk masuk ke air atau apa. Ratna pun juga punya rasa bersalah menurut versinya sendiri. Beberapa teman juga punya spekulasinya masing masing. Sebelum ia dan partnernya pergi, saya mengucapkan maaf jika telah memaksanya berkali kali. Dia hanya terdiam. Oke, manis sekali untuk saya. kalimat yang tidak direspon sungguh manis. Nur dan Ratna mengikuti sampai parkiran dan ia pun tidak melambai ataupun mengucapkan selamat sore kepada kami. Tidak berhasil saya membujuk untuk tetap bersama sampai akhir. Ya sudahlah, silakan menghabiskan marahmu dulu kawan.

Kami bertiga kembali ke pantai. Teman teman berkumpul di bebatuan tempat kami menaruh tas. Mereka juga kebingungan. Kami membuat forum kecil. Tidak berapa lama kemudian kami masuk ke air lagi. Mood saya tambah menurun gara gara insiden ini. Melihat hamparan teluk dan biru langit membuat saya memikirkan sebuah lagu. Lagu tersebut adalah Bad Day dari Daniel Powter. Lirik yang seharusnya “You need a blue sky holiday, but why are you now gone away”. Tapi saya tidak mau lama lama merenung di pinggir pantai. Melakukan aktivitas akan mengurangi perasaan tidak karuan yang ada, jadilah saya keluyuran lagi di air.

Sampai teman teman saya berganti pakaian, saya masih sibuk keluyuran kesana kemari. Semua orang lagi lagi menganggap saya agak miring karena begitu lama main air. Sudahlah, saya mah cuek cuek saja. Suka suka saya. hehe.

IMG_8180

Bisakah kita kembali kesini lagi suatu saat nanti?

Pukul 17.00, kami baru pergi dari pantai. Kami berhenti untuk melakukan ibadah di sebuah jalan di jalan menuju Imogiri. Dari jalan tersebut ternyata bisa mencapai kota dengan lebih cepat. Asumsinya pada hari itu jalanan pasti sangat macet karena musim liburan weekend yang cukup panjang. Daripada melewati Paliyan dan Wonosari yang macetnya bikin pusing, lebih baik menuju Imogiri. Jalan yang kami lewati tergolong cukup bagus dengan aspal baru yang lebar. Kanan kiri masih hutan dan pedesaan.

Selopamioro, kemudian jalan Imogiri. Di kilometer 14, kami berhenti di sebuah warung mi jawa. Kami memesan makan malam disana. Penyajiannya cukup cepat. Mi segera tandas seketika karena kami sudah kelaparan. Bakmi Jawa berkuah yang saya pesan rasanya juga cukup enak.

Agenda saya dan beberapa orang di hari itu belumlah berakhir. Kondisi lelah tidak mengijinkan saya, Ratna dan Liana untuk mangkir dari rapat Kartinian. Pukul 21.00 kami sampai di tempat rapat. Saya baru sampai di kamar pukul 00.00. Cuci muka, cuci kaki, gosok gigi, jangan lupa berdoa, tidur nak sampai pagi.

Leave a comment