Perang Dengan Dinasti Kutu

Pernah mengalami fase bernama kutuan alias terkena serangan kutu yang hidup di rambut? Saya pernah. Dulu sekali, ketika saya masih anak anak sampai saya kelas 6 SD. Waktu itu gadis gadis seumuran saya sedang hit hitnya terkena kutu. Entah kutu itu berasal darimana, tiba tiba mewabah begitu saja. Dari saya, ke adik saya kemudian menular ke seluruh keluarga sampai sampai ayah dan adik laki laki saya terkena serangan kutu. Pikiran saya waktu itu malah menyalahkan sebuah shampoo bermerk Emer*n hitam yang saya pakai beberapa hari sebelum saya merasakan gatal luar biasa di kepala. “ah nggak mau lagi pakai shampoo Emer*n. Bikin kutuan”. Sekarang setelah saya pikir pikir ternyata dudul juga mikir sampai segitunya. Sebenarnya pasti sebelum saya menggunakan shampoo tersebut saya sudah ada induk kutu bunting tua yang hinggap di kepala saya. Beberapa waktu kemudian ia menetaskan telur telurnya dan dimulailah dinasti kutu kutu baru di habitat baru. Dan ketika saya menyadari bahwa mereka telah menduduki kepala saya sebagai lahan jajahan mereka, saya dengan segala kesadaran menyatakan bahwa saya ada dalam kondisi darurat dan menyatakan perang terhadap dinasti kutu hingga ke anak keturunannya.

Terdapat banyak mitos mengenai dunia perkutuan. Pertama, kutu kawin, bertelur, menetas di hari Jumat. Utamanya Jumat Kliwon. Jadi ketika seekor kutu bunting, maka seminggu kemudian di hari Jumat, lahirlah seekor bayi kutu mini. Seminggu kemudian ia jadi anak muda dan kemudian ia menjadi dewasa. Kedua, kutu yang mati bisa hidup kembali jika tidak dibuang di luar kepala. Kutu yang mati di kulit kepala akan hidup kembali dengan menghisap darah. Kalau ditelaah, aneh juga ya masa sih kutu mati terus hidup lagi? Jangan jangan mereka adalah GGG. Ganteng Ganteng nGilani. Ketiga, lisa (telur kutu) yang mati di rambut akan hidup lagi jika dibiarkan begitu saja. Ini sama mengerikannya dengan poin nomer dua, sekaligus sama sama tidak logis.

Berbagai cara telah dilakukan untuk membasmi keluarga kutu yang turun temurun bertengger berbulan bulan. Dari cara tradisional bernama dipetani, yaitu meniti helai demi helai rambut untuk mencari kutu dan meniti telur kutu di rambut kemudian membunuhnya dengan menekan diantara kedua kuku ibu jari. Cara ini memang lama tapi dianggap asyik oleh sebagian orang termasuk ibu ibu. Kegiatan petan memetan dilakukan di waktu senggang dengan merumpi. Adakalanya ibu ibu tersebut ketika mendapatkan kutu, akan menggigit kutu tersebut sehingga kutu mati digigit. Ketika ditanya alasan mengapa harus digigit, mereka berargumen bahwa ada kepuasan tersendiri. Wealah.. balas dendam ni? Hehe.

Cara kedua manual lainnya yaitu dengan menggosok rambut dengan kaos dalam ketika bershampo saat mandi. Cara ini cukup efektif mengurangi populasi kutu kutu dan anak kutunya. Meskipun tidak sampai merontokkan telur telur kutu, tapi banyaknya kutu kutu muda dan tua yang terjaring razia kaos dalam setidaknya menghentikan kekuasaan dinasti kutu untuk sementara

Cara ketiga yaitu dengan menggunakan senjata kimia alias peditox, sebuah cairan khusus yang (katanya) mampu membasmi kutu. Hasilnya? Nggak mempan juga tuh. Nggak banyak yang tumbang juga. malah kayaknya kutu kutu tersebut mabok sementara kemudian pulih kembali kayak orang habis minum. Saya dan keluarga saya berhenti menggunakan peditox karena tidak ada hasil yang signifikan.

Cara keempat adalah dengan menggunakan kapur barus yang digerus dan ditaburkan ke rambut. Hasilnya? Kutu mabok dan mati. Terlalu wangi kali ya. Hehe. Cara ini dianggap sebagai salah satu metode efektif untuk membunuh raja ratu kutu bersama seluruh rakyatnya.

Cara kelima yang agak sinting adalah shampoan memakai sabun colek!. Percaya tidak percaya, saya dan adik adik saya melakukan trik ini dan berhasil. Suatu ketika di bulan ramadhan, saya dan adik adik traweh ke masjid. Ada seorang nenek tua yang melihat rambut kami penuh kutu. Beliau kemudian bercerita bahwa dahulu kala ia shampoan dengan memakai sabun colek dan cara itu berhasil. Oleh karena kami sudah jengah dengan dinasti kutu yang merajalela, kami segera menggunakan cara tersebut. hasilnya? Kece badai. Dinasti kutu runtuh. Eitssss… ada efek sampingnya. Kesehatan rambut saya juga ikutan runtuh. Bagaimana tidak, rambut saya jadi rapuh, kaku, kering, kusam, rusak gara gara detergen yang kandungan zat kimianya memang kuat. Antara menyesal dan tidak menyesal sih waktu itu. Tapi lebih pilih mana? Rambut rusak tapi kutu hilang? Rambut rusak mah bisa diperbaiki. Dipotong terus, ntar pasti tumbuh bagus. Atau rambut cantik tapi kutu? Ih… saya sih ogah.

Untungnya keadaan di jaman sekarang tidak lagi seperti ketika saya masih kecil. Sekarang anak anak sudah tidak lagi berkutu. Untung dulu saya berkutu, jadi ada yang bisa diceritain nih. Hehe.

Leave a comment